Popularitas financial technology (fintech) merupakan salah satu bukti ekonomi digital di Indonesia bertumbuh pesat. Dilansir dari katadata.com, popularitas fintech selaras dengan transaksinya yang menunjukkan peningkatan signifikan. Tahun 2020 lalu, transaksi fintech dilaporkan mencapai Rp4,6 miliar!
Namun, fintech tidak sebatas pinjaman online seperti persepsi mayoritas awam. Fintech bisa mencakup keseluruhan transaksi digital, misalnya online payment, pengiriman uang dan pembanding produk keuangan. Supaya lebih memahami apa itu fintech, simak pembahasannya di bawah.
Apa itu Fintech?
Fintech merupakan perusahaan yang menggabungkan konsep jasa keuangan dan teknologi. Dengan adanya fintech, masyarakat tak perlu menggunakan uang tunai untuk bertransaksi. Selain itu, transaksi dapat dilakukan pada jarak relatif jauh dan durasi singkat.
Fintech juga merujuk pada startup atau perusahaan rintisan, usaha berbasis teknologi, dan inovasi industri jasa keuangan. Menurut World Economic Forum, fintech merupakan kategori luas yang melihat pada penggunaan jasa dan produk keuangan serta teknologi desain inovatif.
World Economic Forum mengatakan; penerapan fintech bisa ditemukan di berbagai unsur bisnis, seperti pinjaman, investasi, dan pembayaran. Sementara Investopedia mengartikan fintech sebagai perusahaan keuangan yang terintegrasi teknologi untuk meningkatkan pelayanan konsumen.
Definisi fintech juga dikemukakan oleh Techtarget yang mengungkapkan, bahwa teknologi ini digunakan untuk melengkapi layanan keuangan tradisional. Fintech pun mampu mengubah model bisnis konvensional ke moderat. Dengan demikian, perkembangannya dapat membantu transaksi jual beli dan meningkatkan efektivitas sistem pembayaran.
Baca juga: 8 Jenis Fintech Populer di Indonesia, Nomor 4 Sedang Naik Daun
Perkembangan Fintech di Indonesia
Akhir tahun 80-an merupakan momen fintech generation 1.0 masuk ke Indonesia. Ketika itu, pemakaian ATM pertama kali dilakukan oleh BCA dan Bank Niaga. Hal ini tentu menjadi indikator era baru. Namun, butuh waktu sekitar 10 tahun untuk membiasakan masyarakat dengan layanan tanpa kasir tersebut.
Selanjutnya, banyak bank di Indonesia mulai berpindah dari menggunakan kliring lokal manual menuju otomatis di tahun 1990. Perpindahan tersebut dilanjutkan dengan menerapkan sistem kliring elektronik pada tahun 1998. Migrasinya baru tercapai penuh di tahun 2021 sekaligus menandakan masuknya fintech generation 2.0.
Baca juga: Biar Nggak Salah Kirim, Ini Daftar Kode Transfer Bank Indonesia
Fintech generation 3.0 mulai terlihat di Indonesia pada tahun 2006. Kehadiran fintech ini ditandai dengan berkembangnya startup layanan finansial. Jumlah startup terus bertambah setiap tahun hingga asosiasi fintech Indonesia dilahirkan pada 2015.
Kemunculan asosiasi fintech Indonesia ini mendorong perusahaan fintech terus bertambah jumlahnya. Dilaporkan saat itu, jumlah fintech mencapai 140 perusahaan yang terdaftar di otoritas jasa keuangan (OJK).
Selang 2 tahun, fintech syariah mulai berkembang di Indonesia. Jenis fintech ini memakai hukum Islam dalam praktiknya. Karena itu, muncul asosiasi fintech syariah Indonesia sebagai lembaga yang melindungi secara hukum.
Memasuki 2020, pertumbuhan fintech makin nyata, terutama saat pandemi melanda. Fintech seolah menjadi penyelamat pengusaha yang membutuhkan tambahan modal supaya bisnis tetap bertahan di masa itu. Selaras dengan laporan Katadata, pada tahun 2020, ada 33 persen fintech melaporkan transaksi lebih dari Rp80 miliar!
Dalam perjalanannya, fintech didirikan berdasarkan peraturan Bank Indonesia dan beberapa dasar hukum mengikat dari pemerintah. Berikut daftarnya.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 yang mengatur hal terkait uang elektronik.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/KSP tentang penyelenggaraan layanan keuangan digital.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/ PBI/2016 yang berisi tentang penetapan penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran.
Dampak Fintech Terhadap Kondisi Perbankan di Indonesia
Belakangan ini, peminat fintech makin tinggi lantaran banyak kemudahan yang ditawarkan. Kondisi demikian tentu berdampak pada industri perbankan konvensional, salah satunya dari sisi transaksi di teller. Pasalnya, sebagian orang lebih memilih transaksi online melalui fintech daripada antre di depan meja teller.
Akses selama 24 jam dalam 7 hari juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan untuk memilih fintech sebagai media transaksi. Fasilitas inilah yang tidak bisa disediakan oleh perbankan konvensional karena terbentur jam operasional. Begitu pula ketika di akhir pekan atau hari libur, orang sulit mengakses perbankan.
Tidak hanya itu, tingkat keamanan penyimpanan data yang ditawarkan fintech menjadi pertimbangan tersendiri bagi pelanggan. Berbeda dengan perbankan; beberapa kali terdapat kasus pencurian data nasabah dengan teknik phising.
Kemudian, dari sisi integrasi keuangan, fintech memberikan syarat lebih mudah dalam perkara pinjam-meminjam dana. Jika meminjam dana di perbankan harus melewati proses lebih dari 24 jam, di fintech hanya membutuhkan waktu paling lama 3 jam. Pencairan via fintech pun memerlukan waktu kurang dari 5 menit.
Karena keunggulan-keunggulan fintech itulah, beberapa perbankan konvensional kesulitan mencari nasabah. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah perbankan konvensional untuk terus berinovasi demi mempertahankan eksistensi.
Faktanya, kini sebagian bank besar berupaya meningkatkan teknologi finansial berupa rekening digital. Jadi, nasabah yang ingin membuat rekening bisa melakukannya dari rumah. Semua itu dilakukan melalui aplikasi digital, seperti mobile banking dan internet banking.
Peran Fintech dalam Industri Perbankan Digital
Setelah mengetahui apa itu fintech, sekarang saatnya memahami peran pentingnya dalam industri perbankan digital. Peran pertama, fintech membawa transformasi digital yang mampu membawa perubahan besar sehingga diadaptasi oleh bank besar.
Transformasi digital yang pertama dari sisi pengambilan keputusan persetujuan kredit nasabah dengan menggunakan elektronik KYC (Know Your Customer). Prosedur elektronik KYC dilakukan lewat ponsel pengguna sehingga tidak membutuhkan proses survei lapangan.
Namun, prosedur tersebut dapat dilakukan hanya untuk nominal kredit kurang dari Rp20 juta. Jika pengajuannya ratusan juta, tim fintech tetap melakukan survei ke lokasi nasabah.
Sebagian bank yang memiliki platform pinjaman online pun mulai beralih ke teknologi elektronik KYC. Dengan begitu, proses verifikasi kredit membutuhkan waktu lebih singkat dan minim supervisi manusia.
Fintech sekali lagi berhasil membawa perubahan dalam perbankan digital dengan memudahkan syarat pembukaan rekening. Salah satu kemudahannya, nasabah bisa membuat rekening kapan saja dari berbagai lokasi dengan syarat KTP. Pun alamat dalam KTP tidak harus sesuai dengan domisili bank.
Kemudian, dari sisi pembayaran, fintech menjadi motivasi bagi bank untuk menerapkan digital payment. Dahulu, nasabah hanya bisa menggunakan kartu debit atau kredit dengan PIN khusus dalam bertransaksi. Namun kini, bank mulai memakai kode QR untuk memudahkan pengguna membayar belanja dan tagihan.
Demikian ulasan seputar apa itu fintech, perkembangan, dampak terhadap bank konvensional, dan perannya dalam industri perbankan digital. Teknologi digital yang berkembang setiap saat sudah semestinya diterapkan oleh bank demi meningkatkan pelayanan nasabah dalam bertransaksi.
Salah satu perusahaan fintech yang menyediakan layanan transaksi digital mudah dan cepat di Indonesia adalah YUKK. Cukup dengan mengakses situs yukk.co.id, Anda sudah bisa menerima pembayaran dari berbagai bank dan mengirim dana antar bank secara cepat. Platform YUKK juga memastikan pengguna bisa menerima notifikasi secara real time, menganalisis, hingga membuat laporan keuangan.