Pesatnya perkembangan teknologi di dunia, mendorong lahirnya perusahan-perusahaan finansial berbasis digital, yang disebut Financial Technology atau FinTech. Sesuai namanya,
FinTech adalah perusahaan yang bergerak di bidang investasi keuangan dan telah dilengkapi dengan layanan yang praktis, efisien serta murah. Beberapa jenis FinTech yang berkembang di Indonesia seperti crowdfunding, micro financing, digital financing system, insurtech, hingga peer-to-peer lending (P2P Lending).
Selain FinTech konvensional, telah hadir konsep FinTech berbasis syariah. Kehadirannya tentu akan menjawab kebutuhan pasar Muslim di Indonesia. Dalam pelaksanaanya, FinTech syariah menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Jika ingin mengetahui lebih jelas mengenai apa itu fintech syariah, simak penjelasannya berikut ini.
Perbedaan FinTech Syariah dan FinTech Konvensional
Bagi Anda yang tertarik berinvestasi dengan fasilitas FinTech, ketahui dahulu perbedaan antara FinTech syariah dan FinTech konvensional.
Prinsip Syariah
Sesuai namanya, FinTech syariah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Beberapa prinsip yang diterapkan, yakni tidak boleh melakukan gharar (ketidakpastian), maisir (bertaruh), dan riba (jumlah bunga terlampau besar). Sementara FinTech konvensional dijalankan dengan menerapkan prinsip ekonomi seperti bisnis pada umumnya.
Penerapan Bunga atau Riba
Dalam FinTech syariah, para konsumen tidak dikenakan bunga seperti halnya investasi di FinTech konvensional. Sistem yang diterapkan adalah bagi hasil dan bagi risiko sesuai dengan komposisi yang sudah disepakati.
Akad
Dalam proses kerjanya, FinTech wajib berjalan sesuai dengan akad yang ditentukan. Hal ini sangat berbeda dengan FinTech konvensional yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.
Ada empat konsep akad yang diterapkan dalam FinTech syariah yakni:
Al-ba’i
Merupakan jenis akad yang digunakan antara pemilik modal dan pengelola untuk mengatur perpindahan kepemilikan produk atau dana.
Ijarah
Akad Ijarah dijadikan dasar untuk pemindahan hak guna atas barang atau dana dalam kurun waktu tertentu dengan kompensasi imbalan atau upah.
Mudharabah
Akad ini mengatur pola kerja sama antara pengelola dan pemilik modal. Kedua pihak harus berkompromi untuk menentukan besaran keuntungan yang dibagi.
Musyarakah
Akad selanjutnya yakni akad musyarakah yang mengatur cara kerjasama antara dua pihak atau lebih, yang mana keuntungan harus dibagi secara rata. Bila mengalami kerugian, semua pihak wajib menanggung beban kerugian yang setara.
Tujuan Pendanaan
Umumnya, tujuan pendanaan yang dipilih oleh FinTech adalah sektor riil. Hal ini karena manajemen ingin dampak sosial yang dihasilkan tak hanya mencari keuntungan semata namun bisa membantu pelaku usaha naik kelas. Sementara FinTech konvensional, tidak memiliki tujuan spesifik dalam pendanaan. Yang terpenting adalah mendapatkan keuntungan.
Baca juga: Ini 8 Trik Rahasia Biar Cepat Dapat Modal Bisnis dari Investor!
Tak Ada Denda
Khusus untuk FinTech syariah yang bergerak di bidang peer-to-peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online, tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran utang seperti halnya FinTech konvensional.
Baca juga: Biar Ga Terus Diteror DC, Ini 7 Cara Lunasi Pinjaman Online!
Sistem penagihan yang berlaku tetap sama dengan mengirim pesan pengingat kepada peminjam sebelum 14 hari, 3 hari hingga 1 hari jatuh tempo. Jika melewati batas, maka petugas dari FinTech syariah akan menyambangi nasabah secara langsung dan meminta kejelasan soal tenggat waktu.
Perkembangan FinTech Syariah di Indonesia
Setelah mengetahui apa itu FinTech syariah, mari lihat bagaimana perkembangannya di Indonesia. Hadirnya FinTech syariah di Indonesia adalah respon terhadap perkembangan perusahaan FinTech konvensional yang dalam operasional usaha masih menerapkan sistem bunga atau riba.
Dengan jumlah penduduk musim yang besar, ada pasar yang menjanjikan di Indonesia. Terlebih dukungan teknologi yang ada semakin memperluas jangkauan pasar keuangan syariah ke berbagai kalangan.
Pertumbuhannya FinTech syariah di Indonesia terus meningkat seiring berjalannya waktu. Data dari Global Fintech Islamic Report 2021, menunjukan layanan FinTech syariah di nusantara bahkan menempati posisi kelima dunia dengan perputaran dana sebesar 2,9 Dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 41,7 triliun.
Perkembangan FinTech syariah di Indonesia mendapatkan perhatian serius dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan operasionalnya telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Untuk mengembangkan FinTech syariah di Indonesia, didirikanlah Asosiasi FinTech Syariah Indonesia (AFSI). Bahkan sudah dibentuk AFSI Institute yang menawarkan beberapa program bagi masyarakat seperti konsultasi bisnis syariah dan kajian-kajian mengenai ekonomi Islam.
Hingga saat ini, AFSI mencatat terdapat 17 FinTech syariah yang telah mengantongi izin operasional. FinTech syariah yang hadir bergerak dalam bidang inovasi keuangan digital, securities crowdfunding dan P2P Lending.
Pengaruh FinTech Syariah Terhadap Perbankan Syariah di Indonesia
Kehadiran FinTech syariah ternyata memberikan pengaruh bagus terhadap kondisi perbankan syariah di Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Raden Rahmat Malang, disimpulkan bahwa banyak peluang baru yang bisa didapatkan jika ada sinergi antara keduanya.
Melalui industri FinTech, berbagai produk dari perbankan syariah dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Selain itu, dapat meningkatkan layanan kepada konsumen secara mudah dan efisien.
Banyak penelitian yang menyarankan adanya kerjasama antara industri keuangan dengan industri FinTech. Terlebih karena sama-sama menerapkan prinsip syariah maka jalinan kerjasama lebih mudah dijalankan.
Baik Finteh maupun perbankan syariah sama-sama memiliki keuntungan komparatif yang berbeda. Industri FinTech Syariah menawarkan layanan keuangan berbiaya rendah, berbasis internet, regulasi yang longgar dan tidak memiliki batasan geografis karena mampu menjangkau semua wilayah. Sementara bankan syariah lebih unggul dalam penyediaan produk keuangan, manajemen risiko serta pinjaman korporasi. Rata-rata produk keuangan yang dihasilkan oleh perbankan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan regulasi yang ketat.
Kolaborasi di antara FinTech Syariah dan perbankan syariah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, harus ada kolaborasi data nasabah dan jalur distribusi. Kedua, industri perbankan dapat memanfaatkan teknologi FinTech untuk memaksimalkan efisiensi industri. Kolaborasi selanjutnya dapat dilakukan melalui desain dan bundling produk antara kedua industri. Keempat, memaksimalkan kerjasama untuk sektor-sektor yang stabil dan mendatangkan keuntungan besar seperti UMKM.
Meskipun reaksi industri perbankan syariah untuk berkolaborasi dengan FinTech terkesan lambat daripada perbankan konvensional, namun melihat peluang yang menjanjikan di atas, akan ada kerjasama-kerjasama lebih lanjut di masa depan.
Demikianlah penjelasan mengenai apa itu FinTech syariah dan seluk beluknya di Indonesia. Bagi para pemilik industri UMKM, sudah saatnya Anda mengembangkan bisnis dengan lebih efisien. Salah satu caranya dengan menggunakan fasilitas payment gateway dari Yukk. Karena terintegrasi dengan berbagai jenis metode pembayaran online, Yukk dapat menjadi solusi pembayaran online terbaik bagi UMKM Indonesia.
Tinggalkan berbagai aktivitas keuangan yang memakan banyak waktu. Bersama Yukk, Anda dapat menikmati kemudahan pembayaran dan pengiriman dana dengan lebih mudah dan praktis.