
Ketika usaha mulai berkembang, jumlah transaksi biasanya ikut meningkat. Misalnya, sebelumnya usahamu melayani 15–20 pembelian per hari dengan omzet sekitar Rp700 ribu. Setelah program promo atau diskon berjalan dan ada menu baru, jumlah pembelian bisa melonjak menjadi 50–70 per hari. Omzet pun bisa naik Rp2–3 juta. Dalam sebulan, jumlahnya bisa mencapai ratusan transaksi dan omzet naik puluhan juta rupiah.
Semakin banyak transaksi, semakin besar pula risiko salah hitung atau hilangnya catatan penting seperti daftar pesanan, jumlah tagihan, atau rincian pembayaran pelanggan, terutama jika semua pencatatan masih dilakukan secara manual. Untuk menghindari hal itu, pelaku usaha memerlukan dokumen yang dapat mencatat setiap transaksi secara rapi dan jelas. Salah satu dokumen yang umum digunakan dalam proses ini adalah invoice. Meski sering digunakan, masih banyak pelaku usaha yang belum menyadari bahwa invoice memiliki berbagai jenis dengan fungsi yang berbeda-beda.
Invoice adalah dokumen penagihan yang diberikan kepada pelanggan setelah terjadi transaksi jual beli barang atau jasa. Di dalamnya terdapat informasi penting, seperti nama penjual dan pembeli, rincian produk atau layanan, harga satuan, total pembayaran, serta tenggat waktu pembayaran. Jenis invoice yang digunakan bisa berbeda dan tergantung pada kebutuhan. Misalnya, untuk penawaran awal, transaksi rutin, proyek bertahap, atau pengembalian barang. Dengan memahami jenis-jenis invoice ini, pelaku usaha dapat menyusun pencatatan transaksi yang lebih akurat dan sesuai dengan alur bisnis mereka.
Baca selengkapnya mengenai invoice di artikel: Mengapa Setiap Pelaku Usaha Harus Menggunakan Invoice?
Jenis-Jenis Invoice yang Perlu Diketahui

Setiap jenis invoice memiliki fungsi dan waktu penggunaan yang berbeda-beda; tergantung pada kebutuhan bisnis. Memahami perbedaan jenis-jenis invoice dapat membantu usaha berjalan lebih tertib dan efisien. Berikut ini 7 jenis invoice yang umum digunakan seperti dikutip dari Dealls:
1. Sales Invoice (Faktur Penjualan)
Sales invoice merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan setelah transaksi penjualan selesai dilakukan. Isi dari faktur ini biasanya mencakup informasi tentang barang atau jasa yang telah diberikan kepada pelanggan, harga satuan, total tagihan, serta detail pembayaran lainnya. Fungsinya tidak hanya sebagai penagihan, tetapi juga sebagai bukti bahwa barang atau jasa sudah diterima oleh pembeli.
2. Proforma Invoice
Proforma invoice adalah dokumen yang bersifat sementara dan digunakan sebelum barang dikirimkan atau jasa dilakukan. Dokumen ini memberikan gambaran kepada pembeli mengenai rincian biaya, jumlah barang, atau jasa yang akan diterima. Biasanya digunakan dalam situasi berikut:
- Pembeli ingin tahu total biaya sebelum menyetujui pembelian,
- Pengiriman dilakukan secara bertahap,
- Diperlukan dokumen awal untuk keperluan internal pembeli.
Setelah transaksi benar-benar selesai, proforma invoice akan digantikan dengan invoice resmi.
3. Final Invoice (Faktur Akhir)
Invoice ini diterbitkan ketika seluruh barang atau jasa telah diterima oleh pembeli dan pekerjaan telah diselesaikan sepenuhnya. Di dalamnya tercantum jumlah total yang harus dibayar, potongan harga (jika ada), pajak, serta pengurangan dari pembayaran sebelumnya. Final invoice biasanya menjadi dokumen penutup dari transaksi yang dilakukan dalam beberapa tahap.
4. Time-Based Invoice (Invoice Berdasarkan Waktu)
Jenis invoice ini digunakan ketika layanan atau jasa dihitung berdasarkan durasi kerja, seperti per jam, per hari, atau per minggu. Invoice ini berisi durasi kerja, tarif waktu, dan total biaya jasa. Contohnya bisa ditemukan pada jasa konsultasi, desain grafis, pelatihan, atau pekerjaan freelance lainnya.
5. Invoice Retur
Invoice ini dibuat saat pelanggan mengembalikan barang karena alasan tertentu, seperti kerusakan, tidak sesuai pesanan, atau cacat produk. Penjual menggunakan invoice retur untuk mencatat pengembalian barang dan menyesuaikan tagihan, baik berupa pengurangan pembayaran atau pengembalian dana. Invoice ini juga berguna untuk pencatatan laporan keuangan dan proses pengembalian dana atau penggantian produk.
6. Down Payment Invoice (Faktur Uang Muka)
Invoice jenis ini digunakan untuk menagih sebagian uang muka sebelum pekerjaan dimulai atau barang diproduksi. Biasanya invoice ini memuat:
- Jumlah uang muka (misalnya 30% dari nilai proyek),
- Detail transaksi,
- Ketentuan pelunasan sisanya.
Down payment invoice membantu menjaga arus kas dan memastikan adanya komitmen pembayaran dari pelanggan sebelum proses produksi dimulai.
7. Invoice Konsinyasi
Jenis invoice ini digunakan dalam sistem konsinyasi dimana penjual menitipkan barang kepada pengecer tanpa langsung menjualnya. Barang yang tidak terjual dapat dikembalikan kepada penjual. Invoice konsinyasi mencatat jumlah barang yang dikirim dan pembayaran baru dilakukan saat barang berhasil dijual.
Setiap pengusaha harus memahami berbagai jenis invoice. Dengan begitu, mereka bisa tahu bagaimana mengelola transaksi secara tepat dan efisien. Dengan memilih dan menggunakan jenis invoice yang sesuai, pelaku usaha bisa menjaga arus kas tetap sehat, mencatat transaksi dengan baik, serta membangun kepercayaan dengan pelanggan atau mitra kerja.